Kematian Selalu Datang Secara Mengagetkan
“Kring… kring..” hp saya berbunyi, si mbah dari Jogja menelepon
Si mbah: “Lagi ngapain le?”
Ta jawab, “Biasa mbah lagi nggambar, mbah lagi ngapain?”
Si mbah: “Lagi nonton berita Didi Kempot meninggal”
Mak tretep (terkejut sekali) saya mendengarnya. Padahal kemarin ahad saya baru saja ngobrol ringan sama istri tentang mas Didi Kempot di rumah mertua. Karena saya dan istri sudah tidak nonton tv, jadi kalau pas lagi berkunjung ke rumah mertua biasanya mau gak mau jadi nonton tv. Berulang kali TV memutar iklan yang dibintangi oleh mas Didi Kempot. Bukan hanya di tv, di youtube pun iklannya sedang di-gas pol-polan. Terlebih sejak gelar The Godfather Of Broken Heart makin santer terdengar atau bahasa kekiniannya viral, makin melambungkan nama mas Didi dan menjadikannya bintang di usia senjanya.
Saya bilang ke istri seperti ini kurang lebih “Aku dulu waktu kecil suka kali (bahasa medan ini bung, hehe) dengerin lagu-lagunya Didi Kempot. Didi Kempot ini berhasil mencapai titik puncak karirnya malah di usia tuanya. Ngebisnis itu kaya gitu yang, kadang baru terlihat hasilnya di akhir setelah puluhan tahun kerja keras, jadi harus konsisten menjalaninya (saya kadang suka bercerita tentang bisnis ke istri, walau saya juga bukan bisnisman-bisnisman banget,hehe)
Mungkin anak-anak kekinian baru mengenal sosok Didi Kempot lewat iklan di youtube yang buru-buru pengen di-skip. Namun sebenernya nama Didi Kempot bukanlah nama yang asing terutama di telinga saya. Karena saya terlahir dari keluarga wong jowo, dari kecil ketika anak-anak lain mendengarkan trio kwek-kwek atau joshua ngobok-ngobok air, saya sudah diakrabkan dengan tembang-tembang dan lagu-lagu berbahasa jowo, salah satunya yang dibawakan sama Didi Kempot. Dan gak kaget kalau sekarang mas Didi terkenal banget. Sebelum mas Didi “terkenal” seperti sekarang, dia sudah berkarya puluhan tahun dan menjadi ikon kota jogja dari dulu. Ibaratnya kalau orang jogja pasti kenal Sultan, pun begitu dengan Didi Kempot.
Tapi entah kenapa berita kematian ini mengingatkan saya kepada 1 sosok mbah-mbah bertopi reggae yang sangat suka minum kopi hitam pekat dan menggendong orang-orang ke mana-mana. Sosok yang kabar kematiannya juga sempat membuat geger, karena si mbah pergi justru di saat dia sedang berada di puncak-puncaknya karir dan keterkenalan.
Sekali lagi kita diingatkan kalau kematian itu bisa datang kapan saja. 2 hari yang lalu saya masih ngobrol sama istri tentang mas Didi, siang ini mas Didi sudah tidak ada. Dan hal seperti ini sudah sering sekali terjadi “Ya Allah kemarin masih ketemu padahal”, “Ya Allah, perasaan kemarin masih sehat-sehat sekarang sudah gak ada”, “Ya Allah kemarin masih sepedaan bareng, sekarang udah gak ada” Bahkan kelak pasti akan ada yang bilang “Ya Allah kemarin baru baca tulisan mas Ery, sekarang mas Ery udah gak ada” Itu pasti terjadi, tinggal nunggu waktu saja.
Maka tersisa 1 pertanyaan besar untuk kita semua
“Bekal apa yang sudah kita siapkan untuk menghadapi kematian itu?”