Kenapa saya gak setuju sama istilah Sandwich Generation

Ery Prihananto
3 min readSep 24, 2024

--

Ketika pandemi covid terjadi, entah dari mana mulai berseliweran istilah Sandwich Generation yang sampai di telinga saya. Istilah ini menggambarkan kondisi seseorang yang menjadi tulang punggung atau pencari nafkah atau “suplier” untuk orang-orang “di atasnya” (orang tua, mertua, kakek nenek atau bahkan sepupu) dan untuk orang-orang “di bawahnya” (istri dan anak-anak)

Ketika istilah ini sampai di telinga saya, respon saya adalah saya tidak setuju dengan konsep tersebut. Seolah-olah istilah tersebut cuma terjadi di generasi kita saja (milenial dan gen z), padahal saya yakin hal tersebut sudah ada dari duluuuuuuuuu.. Cuma orang dulu gak terfasilitasi saja untuk mengungkapkan itu menjadi sebuah istilah bernama Sandwich Generation

Kenapa saya gak setuju? Untuk mempermudah kita buat contoh seperti ini (ini karakter fiktif ya, jangan direlate-relatein :D) Ada seorang laki-laki bernama “Bagus”. Bagus adalah seorang suami dengan 1 istri dan 3 anak, 2 laki-laki dan 1 perempuan yang tinggal ngontrak di daerah Jakarta Utara. Anak pertama kelas 6 SD, persiapan untuk masuk SMP, anak kedua kelas 3 SD, anak perempuannya baru belajar jalan. Istri bagus fulltime ibu rumah tangga.

Alhamdulillah nya, Bagus masih memiliki orang tua yang sudah cukup berusia dan sudah tidak bekerja lagi. Bagus 2 bersaudara dengan adik perempuannya yang sudah menikah dan dibawa suaminya.

Setiap bulan Bagus sebagai anak laki-laki pertama dan sebagai suami harus menafkahi orang tua yang sudah tidak bekerja dan tidak bisa menghasilkan pemasukan, dan dia juga harus menafkahi istri dan anak-anaknya

Bagus memiliki pekerjaan sederhana bergaji 8 juta per bulan. Silahkan pembaca bagi-bagi sesuai imajinasi pembaca, bagaimana Bagus membagi 8 juta itu untuk orang tua, anak dan istri dan untuk kebutuhan Bagus itu sendiri :)

Apakah terasa berat bagi Bagus untuk menjadi “Sandwich Generation?”. Jawabannya tergantung. Tergantung bagaimana dia melihat kondisinya tersebut

Ingat ya, kita itu jangan sombong dan kurang adab sama orang tua kita yang mungkin sekarang kita anggap tidak produktif lagi. Ingat bro, kita dulu waktu kecil juga gak produktif, tapi orang tua gak pernah berhenti berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan kita. Buang jauh-jauh istilah Sandwich Generation kalau itu menjadikan kita benci untuk menafkahi orang tua kita.

Dan jangan mentang-mentang seorang laki-laki sudah punya keluarganya sendiri, terus merasa berat untuk menafkahi orang tua. Jangan sampai gara-gara meyakini istilah Sandwich Generation, jadi menjauhkan kita untuk meraih pahala yang besar dalam menafkahi keluarga kita yang berlapis-lapis.

Dan coba renungkan, saya yakin generasi boomer atau dibawahnya juga menjalani “Sandwich Generation”. Mereka juga menafkahi orang tua dan keluarganya sendiri

Tapi untuk yang saat ini sedang merasa berat dalam menafkahi banyak pihak, ingat untuk tidak menyalahkan orang tua atau istri dan anak-anak atau pihak lain yang kalian tanggung-jawabi, ingat untuk selalu minta pertolongan ke Allah subhana wa ta’ala yang maha kaya dan maha kuasa atas segala sesuatu

Menurut saya yang bikin berat itu bukan menafkahi “atas bawah” atau menjadi Sandwich Generation, tapi memang kondisi ekonomi saat ini aja yang lumayan berat. Definisi berat pasti beda-beda, kalau saya sendiri melihat kondisi ekonomi yang berat itu seperti persaingan bisnis itu tidak seberat dulu, riba yang marak dimana-mana sehingga membuat harga properti menjulang tinggi, adanya pos-pos uang yang tidak dikeluarkan oleh orang dulu seperti biaya internet, gofood :D dll

Dan ingat kondisi ekonomi yang berat ini bukan hanya kita yang ngalami, generasi dulu juga ngalami kondisi ekonomi yang berat

Jadi, belakangan kita nemu banyak istilah baru di dunia serba internet ini, jangan langsung ditelan mentah-mentah ya, biarkan istilah itu datang, pelajari dan coba pahami dengan pikiran jernih. Kadang istilah itu belum tentu benar dan jangan sampai hidup kita jadi susah gara-gara istilah yang dibuat sama orang lain

--

--

Ery Prihananto
Ery Prihananto

Written by Ery Prihananto

✍🏽 Nulis biar gak menuh-menuhin isi kepala

Responses (1)